Hipotesis Daur Hidup pada Konsumsi dan Tabungan Kaum Lansia

Hipotesis Daur – Hidup pada Konsumsi dan Tabungan Kaum Lansia

versi .docx

versi .pdf

Syifa Aulia

Program Studi S1 Akuntansi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Jakarta

April 2012

Abstrak

The original theory offers a specific account of consumption and saving, but it is derived from fundamental underlying principles that could be used to extend the model to deal with a wide range of issues about consumption and saving, many of which had not been thought about in 1950. Social security is a key policy issue now and, although it plays little role in the original formulation, the framework can readily be extended to help us think about the consequences of alternative policies. Economic theory and its methods change over time, and life-cycle theory has been enriched and extended in ways that were not possible in the 1950s. This study dealt with the implementation of life-cycle hypothesis. In this analysis, found the ineffectiveness of the implementation life-cycle hypothesis, especially the pattern of saving for retirement.

Keywords : life-cycle hypothesis, saving, retirement, consumption, bequest


1.1 Pengantar

Dalam serangkaian makalah yang ditulisnya pada tahun 1950-an, Franco Modigliani dan kolaboratornya Albert Ando dan Richard Brumberg menggunakan model prilaku konsumen Fisher untuk mempelajari fungsi konsumsi. Salah satu tujuan mereka adalah memecahkan teka-teki konsumsi, yaitu, menjelaskan adanya bukti yang saling bertentangan ketika fungsi konsumsi Keynes dimasukkan ke dalam data. Menurut model Firsher, konsumsi bergantung pada pendapatan seumur hidup seseorang. Modigliani menekankan bahwa pendapatan bervariasi secara sistematis selama kehidupan seseorang dan tabungan membuat konsumen dapat mengalihkan pendapatan dari masa hidupnya ketika pendapatan tinggi ke masa hidup ketika pendapatan rendah. Interprestasi perilaku konsumsi ini mendasari hipotesis daur-hidup (life-cycle hypothesis)-nya.

1.2 Perumusan Masalah

Ketidakefektifan penerapan hipotesis daur-hidup di kalangan lansia.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mencari penyebab ketidakefektifan hipotesis daur-hidup pada kalangan lansia.

1.4 Tujuan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai hipotesis daur-hidup dari Franco Modigliani dan memaparkan permasalahan ketidakefektifan penerapan hipotesis ini di kalangan lansia.

2.1 Kajian Hipotesis Daur-Hidup

Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani menerangkan bahwa “pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya”.

Karena orang cenderung menerima penghasilan / pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan  akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah.

Selanjutnya Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya orang yang sudah pensiun saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain. (Suparmoko, 1991: 73-74).

Salah satu alasan penting bahwa pendapatan bervariasi selama kehidupan seseorang adalah masa pensiun. Kebanyakan orang akan merencanakan berhenti bekerja pada usia kira kira 65 tahun, dan mereka akan berekspektasi bahwa penghasilan mereka akan turun ketika pension. Tetapi mereka tidak ingin standar kehidupannya, mengalami penurunan besar, sebagaimana diukur dengan konsumsi mereka. Untuk mempertahankan konsumsi setelah berhenti bekerja, orang orang harus menabung selama masa masa kerja mereka.

Perhatikanlah seorang konsumen berharap hidup selama T tahun lagi, memiliki kekayaan W dan berharap menghasilkan pendapatan Y sampai ia pensiun selama R tahun dari sekarang. Berapakah tingkat konsumsi yang akan dipilih konsumen tsb, jika ia ingin mempertahankan tingkat konsumsi yang merata selama hidupnya?

Sumber daya seumur hidup konsumen terdiri dari kekayaan awal W dan penghasilan seumur hidup R x Y. (Untuk mempermuda, kita mengasumsikan tingkat bunga sebesar nol, jika tingkat bunga lebih besar dari nol, kita perlu memperhitungkan bunga tabungan). Konsumen bisa membagi sumber daya seumur hidupnya diantara T tahun-tahun sisa hidupnya. Karena itu ia membagi total W + RY ini secara sama diantara T tahun dan setiap tahun mengkonsumsi

Kita bisa menulis fungsi seseorang sebagai

Misalnya jika konsumen mengharapkan hidup selama 50 tahun lebih dan bekerja selama 30 tahun, maka T=50 dan R=30, maka fungsi konsumsinya adalah

Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi bergantung pada pendapatan dan kekayaan. Pendapatan ekstra $1 per tahun meningkatkan konsumsi sebesar $0,6 per tahun, dan kekayaan ekstra senilai $1 per tahun meningkatkan konsumsi sebesar $0,02 per tahun.

Implikasi

Model daur-hidup membuat banyak prediksi. Yang paling penting model itu memprediksikan bahwa tabungan bervariasi selama kehidupan seseorang. Jika seseorag memulai masa dewasanya tanpa kekayaan, ia akan mengakumulasi kekayaan selama masa-masa kerjanya dan mengurangi kekayaan selama masa-masa pensiun. Menurut hipotesis daur hidup, karena orang-orang ingin meratakan konsumsi selama hidupnya, maka kaum muda yang sedang bekerja menabung (saving), sedangkan kaum tua yang pensiun menghabiskan tabungan (dissaving). (Mankiw, 2006)

Grafik  Konsumsi, Pendapatan, dan Kekayaan Selama Daur Hidup

2.2 Kajian Permasalahan

Salah satu tantangan tertua dari hipotesis siklus hidup adalah pertanyaan tentang apakah data benar-benar mendukung fakta bahwa orang menyimpan  (saving) ketika mereka masih muda dan run-down aset mereka ketika mereka tua. Banyak peneliti telah menemukan bahwa orang tua tidak membuang aset mereka dengan cara yang teori katakan, dan memang bahwa banyak orang tua tampaknya menabung sebagian dari pendapatan mereka. Menabung untuk pensiun, ketika kita amati sama sekali, tampaknya mulai hanya di usia menengah, dan menjadi cukup untuk mencegah penurunann tajam dalam konsumsi pada saat pensiun, dan penurunan tersebut telah didokumentasikan dengan baik, untuk contoh lihat James Bank, Richard Blundell,dan Sarah Tanner (1998).[1]

Menurut Figure 3 Konsumsi manusia mencapai puncaknya – melebihi prediksi pada usia 40-45 tahun. Pada awal siklus hidup, manusia masih mendapat hibah dari orang tua, sehingga konsumsi manusia usia 0-17 tahun (sampai bekerja) ditanggung oleh orang tua. Itulah penyebab mengapa konsumsi puncak manusia pada 40-45tahun dikarenakan konsumsi untuk anak-anaknya. Dari sini kita dapat simpulkan usia yang efektif untuk melakukan tabungan masa tua adalah saat awal bekerja hingga usia 40 tahun.

Sedangkan pada masa pensiun usia 60-65 tahun terjadi penurunan konsumsi yang tajam melebihi konsumsi yang diprediksikan pada masa awal pensiun. Berbeda dengan hipotesis daur-hidup yang mencerminkan konsumsi yang tetap disaat tua dengan prinsip muda menabung (saving) – tua menghabiskan tabungan (dissaving).

Pengaruh Kultur terhadap Kecenderungan Menabung untuk Masa Tua

Sedangkan di Indonesia, hanya sedikit penduduk yang menabung untuk pensiun karena terpengaruh oleh kondisi kultur. Mayoritas penduduk berpikiran setelah hari tua nanti, mereka (orang tua) akan ditanggung hidupnya oleh keluarga (anak-anaknya).[2]

Dari Tabel B-02 dapat kita lihat bahwa dari total Jumlah Tenaga Kerja di Indonesia pada tahun 2007 yaitu sebanyak 51.575.897 orang hanya 471.957 orang yang mengikuti tabungan dana pensiun atau sebesar 4,71% saja. Kemudian di tahun 2008 Jumlah Tenaga Kerja sebanyak 52.160.666 dengan Jumlah Peserta Dana Pensiun 2.559.112. Peningakatan sebesar 0,18% di tahun 2009. Walaupun hingga tahun 2010 persentasi Jumlah Peserta Dana Pensiun mencapai 5,10%, tetap saja dibandingkan jumlah penduduk Indonesia angka 2.817.997 masih tergolong kecil.[3] Penduduk lokal masih beranggapan menabung untuk masa pensiun bukanlah suatu prioritas, ini bertolak belakang dengan hipotesis daur-hidup .

Ketidakpastian Tanggal Kematian dan Pola Warisan

Pertama, Ketidakpastian tentang tanggal kematian dapat membatasi sejauh mana pensiunan bersedia untuk me-run-down aset mereka, yang dengan sendirinya akan menghasilkan warisan yang “tidak-direncanakan”, kaum lansia mengkhawatirkan biaya-biaya tak terduga seperti biaya tagihan medis yang besar, sehingga terbentukah tabungan tambahan yang muncul dari ketidakpastian (precautionary saving).[4]

Penjelasan kedua mengenai kegagalan kaum lansia menghabiskan uangnya adalah motif warisan. Tabel 2 berisi responden yang merencanakan untuk meninggalkan warisan berasal dari USA dan Jepang. Pada tahun 1996, responden yang merencanakan untuk meninggalkan warisan ada sebanyak 45,92% di USA dan 25,72% di Jepang, untuk warisan “tidak direncanakan” terdapat 51,14% di USA dan 70,10% di Jepang. Sedangkan yang tidak meninggalkan warisan dalam kondisi apapun hanya sebanyak 2,94% dari responden USA dan 4,18% responden di Jepang. Tabel tersebut menyimpulan adanya teori warisan, baik direncanakan, atau tidak direncanakan (sisa dari precautional saving)[5]. Perilaku motif warisan ini tidak dapat dijelaskan dalam hipotesis daur-hidup Franco Modigliani dimana segara egois lansia melakukan dissaving, teori warisan tidak demikian adanya.

3. Kesimpulan

Hipotesis daur-hidup dari Franco Modigliani beranggapan bahwa manusia melakukan konsumsi seumur hidup dan cara menyikapinya adalah melakukan saving di siklus awal dan melakukan dissaving di siklus akhir. Secara teoritis hipotesis daur-hidup memang terdengar sangat menjanjikan. Namun, setelah melakukan analisis terhadap beberapa data, table, dan grafik dari beberapa jurnal lain, ternyata tidak semua perilaku yang dilakukan oleh lansia bersifat dissaving, lansia pun bahkan melakukan precautionary saving atau tabungan tambahan baik disadari atau tidak, sehingga menghasilkan warisan yang tidak direncanakan untuk keturunannya, alasan lain adalah adanya kultur di daerah tertentu dan perkembangan ekonomi khususnya di Negara berkembang juga membentuk pola pikir manusia  untuk tidak melakukan saving saat muda dan tidak melakukan dissaving saat tua.

4. Daftar Referensi

[1] Untuk grafik pelonjokan konsumsi pada masa pension, lihat James Bank, Richard Blundell, dan Sarah Tanner, “Is There a Retirement-saving Puzzle?” dalam The American Economic Review (American Economic Association Publisher, 1998): 777 Vol.88 No.4

[2] Lihat opini Sri Mulyani mengenai dana pensiun di Indonesia di “Menkeu Kecewa Peserta Dana Pensiun Cuma 2,5%”

[3] Biro Dana Pensiun Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Laporan Tahunan Biro Dana Pensiun 2010 (Kementerian Keuangan RI:2010)

[4] Angus Deaton, Franco Modigliani and the Life Cycle Theory of Consumption, (Princeton University:2005)

[5] Charles Yuji H., Koji Yamashita, Mashasi Nishikawa, and Shiho Iwamoto, The Impact Of Intended Bequests on The Saving Behavior Of The Aged In Japan, 2002

Leave a comment